LAPORAN
EKOLOGI PERAIRAN
Oleh :
Nama : Irman Rumengan
Nim : 200830019
P.Studi : MSP
Kelompok : 1 ( satu )
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Jurusan Perikanan
Fakultas Petrnakan Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Negeri Papua
Manokwari
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep ekosistem merupakan suatu yang luas, karena di dalamnya terjadi hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antara komponen-komponen penyusunnya, yang membentuk hubungan fungsional dan tidak dapat dipisahkan. Di dalam sebuah ekosistem terjadi transfer energi antara komponennya yang bersumber dari sinar matahari melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau berklorofil. Makhluk hidup lain yang tidak memiliki kemampuan berfotosintesis, menggunakan energi matahari ini dengan cara mengkonsumsi makhluk fotosintesis tersebut diatas. Dan begitu selanjutnya sehingga terbentuk suatu rantai makanan (Nontji, 1987).
Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen biotik) dan komponen abiotik. Kedua komponen ini secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem, yang dikenal dengan ekosistem. Salah satu ekosistem utama di wilayah pesisir dan lautan adalah ekosistem hutan mangrove(Anonim 2007).
Kelangsungan suatu fungsi ekosistem sangat menentukan kelestariannya. sebagai Sehingga untuk menjamin sumberdaya alam , kita perlu mengkaji dan memperhatikan hubungan-hubungan ekologis yang berlangsung diantara komponen-komponen yang menyusun sebuah ekosistem mangrove(Anonim 2007).
Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitata bagti berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air dan melindungi komunitas mangrove yang berada di daerah belakan padang lamun. Keberadaan ekosistem lamun belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat di nadingkan dengan ekosistem mangrove maupun terumbu karang, meskipun diantara ketiga ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktiv dan paling tinggi keanekaragaman hayatinya. Produktivitas yang tinggi tersebut memungkinkan terumbu karang menjadi tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu, secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi.
Kerangka hewan karang berfunsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada terumbu karang padfa masa larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.
1.2 Tujuan Praktek
Adapun tujuan dari praktek ekologi perairan yang dilaksanakan di pantai rendani adalah sebagai berikut :
a. Melihat ekosistem yang ada di daerah pantai rendani
b. Melihat kehidupan organisme yang hidup dan yang terdapat pada daerah pantai rendani
c. Mempraktekan teori yang telah diberikan pada saat kuliah di dalam kelas dan mempraktekannya di lapangan
d. Mengetahui jenis- jenis lamun, karang, alga,molusca, mangrove serta keadaan lingkungan yang ada di daerah pantai rendani atau pada daerah ekosistem pantai rendani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
Mangrove adalah salah satu diantara sedikit tumbuh-tumbuhan tanah timbul yang tahan terhadap salinitas laut terbuka (Odum, 1996). Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Vegetasi mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi, serta kondisi tanah yang kurang stabil. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang paling bervariasi dalam kelompok tumbuhan, struktur dan laju pertumbuhan, serta memiliki nilai ekologis dan sosial ekonomi yang sangat penting (Anonim, 2007).
Menurut Kusmana (2002), pengertian mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove (Anonim, 2007)
2.2 Lamun
Padang lamun adalah ekosistem yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) . Wilayah ini terdapat antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun mendukung kehidupan biota yang cukup beragam dan berhubungan satu sama lain. Jaringan makanan yang terbentuk antara padang lamun dan biota lain adalah sangat kompleks. Di samping itu, padang lamun adalah “pengekspor” bahan organik ke ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan hutan bakau melalui hewan-hewan herbivora atau melaui proses dekomposisi sebagai serasah. Keanekaragaman biota padang lamun adalah cukup tinggi. Sejumlah invertebrata: moluska (Pinna, Lambis, dan Strombus); Echinodermata (teripang - Holoturia, bulu babi – Diadema sp.), dan bintang laut (Archaster, Linckia); serta Krustasea (udang dan kepiting).Di Indonesia, padang lamun sering di jumpai berdekatan dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang (Tomascik et al., 1997, Wibowo et al., 1996) . sehingga interaksi ketiga ekosistem ini sangat erat. Struktur komunitas dan sifat fisik ketiga ekosistem ini saling medukung, sehingga bila salah satu ekosistem terganggu, ekosistem yang lain akan terpengaruh. Seperti terumbu karang, padang lamun memperlambat gerakan arus dan gelombang. Karenanya, sedimen yag tersuspensi dalam air akan mengendap dengan lebih cepat. (Myxomycetes) (Giesen dalam Wibowo, 1996)
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi. (Romimohtarto dkk, 1999).
2.3 Karang
Wilayah ekosistem terumbu karang mencakup dataran terumbu (reef bed), lereng terumbu (fringing reef), goba (laguna yang terdapat didaerah terumbu karang), serta gosong karang (Tomascik et al., 1997) . Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu yang hangat, gerakan gelombang yang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi. Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keaneka ragaman hayatinya. Berdasarkan data yang dikumpulkan selama Ekspedisi Snelius II (1984), di perairan Indonesia terdapat sekitar 350 spesies karang keras yang termasuk ke dalam 75 genera. Kerangka hewan karang berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada keberadan terumbu karang pada masa larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata(Tomascik et al., 1997) .
Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel tedapat sel penyengat (nematokis) yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya, dengan tentakel tersebut individu karang dinamakan polip karang. Warna tentakel karang keras secara umum tidak berwarna atau bening seperti ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya, sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainya yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok anemon, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang di mana di dalamnya tedapat beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainya (Admin, 2008).
BAB III
METODE PRAKTEK
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ekologi perairan ini adalah :
Tempat : pantai rendani, manokwari papua barat
Waktu : 08.00 ( waktu surut )
3.2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktek ekologi perairan yang dilakukan di pantai rendani adalah sebagai berikut :
GPS : menentukan posisi
Karen meter : mengukur arus
Refraktometer : mengukur salinitas
PH air : mengukur PH air
Thermometer :mengukur suhu
DO meter : mengukur kandungan oksigen terlarut
Meteran : mengukur jarak
Kamera :sebagai alat dokumentasi
Snorkel dan masker : melihat organisme dalam perairan
Plot transek : dala pengambilan data lamun
Buku identifikasi : untuk mengidentifikasi jenis-jenis
Kantong sampel : untuk menyimpan organism yang ditemukan
Formalin : cairan yang berfungsi mengawetkan organism
Alat tulis menulis : mencatat data yang didapatkan
3.3 Metode yang digunakan
a. Mangrove
Pengambilan contoh atau sampel mangrove dari jenis yang berbeda-beda di lakukan secara bersama-sama, sampel di kumpulkan satu per satu dan setelah terkumpulkan jenis-jenis mangrove yang berada di tempat pengambilan sampel (tempat praktik) maka mangrove yang telah di ambil sampelnya tadi di teliti berdasarkan deskripsi yang telah ada, setelah itu pemberian nama di lakukan sesuai dengan karakter dan ciri-ciri dari tiap jenis mangrove tersebut. Setelah dilakukan pemberian nama tersebut, maka sampel dari mangrove tersebut di foto sebagai bukti dan bahan untuk membuat laporan dan memberikan deskripsi dari mangrove tersebut.
b. Lamun
Membuat transek garis lurus sebagai acuan dari tepi pantai ke arah laut dengan panjang 33 m.
Menentukan 10 titik untuk sepuluh kali pengambilan sampel lamun sepanjang transek garis tersebut berdasarkan karakteristik yang berbeda untuk membuat transek kuadrat ukuran 10cm x 10 cm.
Mencatat setiap jenis lamun yang ditemukan dan jumlah jenis lamun tiap plot yang diamati.
Mencatat setiap hewan dan tumbuhan yang ditemukan berasosiasi pada lamun yang ditemukan.
Mengidentifikasi setiap jenis lamun yang ditemukan.
Membuat data tentang hasil yang telah ditemukan.
d. Molusca
Metode yang digunakan dalam mengamati moluska adalh mengambil berbagai macam molusca yang ditemukan di ekosistem pantai rendani, baik itu yang terdapat pada mangrove maupun molusca yang ditemukan dipesisir pantai dan didalam perairan. Setelah mendaptkan molusca, molusca yang didapatkan diidentifikasi menggunakan buku identifikasi.
e.karang
metode praktek yang digunakan untuk mengamati karang adalh mengambil sampel karang didalam perairan dengan menggunakan snorkel untuk melihat karang didalam perairan, kemudian mengambil karang tersebut lalu dibawah kedarat untuk diambil datanya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter Kualitas Air
Kecepatan arus = 0,1
DO = 6,68 ppm
PH air = 7,70
salinitas = 33 ppt
suhu = 30°c
Dari data pengukuran kualitas air yang kami dapatkan, dapat dilihat bahwa kecepatan arus pantai rendani pada saat melakukan praktek ( mengambil sampel data ) adalah berkisar 0,1 dan tingkat kelarutan oksigen dalam perairan adalah 6,68 ppm. Suhu perairan yang diukur menggunakan thermometer berkisar antar 30°c - 31°c dan kandungan garam terlarut yang ada dalam perairan pantai rendani ( salinitas perairan ) adalah 33 ppt sserta tingkat asam basa ( PH ) adalah 7,70.
4.2 Pembahasan Mangrove
Dari pengamatan dan pengambilan data mangrove yang kami dapatkan, jenis-jenis mangrove yang ada di daerah pantai rendani yaitu :
1. Sonneratia alba
Deskripsi : Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.
Daun : Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm.
Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar.
Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm.
Bunga : Biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: putih, mudah rontok.
Kelopak bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.
Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm.
Ekologi : Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang padat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama dan mengembang penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir yang berkarang mereka tersebar secara vegetatif. Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini dikala malam. Buah mengapung karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar nafas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.
Penyebaran : Dari Afrika Utara dan Madagaskar hingga Asia Tenggara, seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina, Australia Tropis, Kepulauan Pasifik barat dan Oceania Barat Daya.
Kelimpahan : Manfaat : Buahnya asam dapat dimakan. Di Sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar nafas digunakan oleh orang Irian untuk gabus dan pelampung.
2. Rhizopora stylosa
Rhizopora stylosa
(Slindur)
Family : Rhizoporaceae
Bentuk : pohon, tinggi hingga mencapai 6 m
Akar : akar tunjang
Tipe Biji : vivipari
DAUN
Susunan : tunggal, bersilangan
Bentuk : elips
Ujung : tajam (ujung memiliki bentukan seperti tonjolan gigi)
Ukuran : panjang 10 - 18 cm
Lainnya : permukaan bawah daun hijau kekuningan, terdapat bercak hitam kecil yang menyebar di seluruh permukaan bawah daun
BUNGA
Rangkaian : 8 - 16 atau lebih, tersusun dua-dua, bergantung
Mahkota : 4, putih
Kelopak : 4 helai, hijau kuning
Ukuran : diameter 2,5 - 3,5 cm
Lainnya : benang sari panjang dan tipis, panjang 0,4 - 0,6 cm
BUAH
Ukuran : diameter 1,5 - 2,0 cm, panjang > 30 cm
Warna : hipokotil hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning kehijauan ketika matang
Permukaan : berbintil (relatif halus)
Lainnya : buah silindris (hipokotil), lebih kecil dari pada R. mucronata, terlepas mulai dari bawah kotiledon, dapat mengapung, penyebaran melalui arus air
LAIN-LAIN
Ciri Khusus :daun lebih kecil dari R. mucronata, menyempit ke arah tangkai daun, akar tunjang bercabang-cabang
Spesies yang mirip : R. mucronata, R. lamarckii, R. apiculata, B. gymnorrhiza, B. sexangra, B. parviflora, B. cylindrical
Habitat : tepian air laut, mudah beradaptasi pada kemiringan rendah
4.3 Pembahasan Lamun
Dalam pengamilan sampel (data ) mengenai lamun, kami menguunakan pengukuran / penarikan garis transek, dimana plot yang digunakan berukuran 10 x 10 cm atau 0,01 cm².penarikan garis transek menggunakan meteran adalah sejauh 33 meter dari daerah intertidal yang mulai di temukan lamun, kemudian jarak 33 m dibagi dengan jumbah plot pengamatan yaitu 10 plot, jadi 33 m : 10 plot = 3,3 meter jarak antar tiap plot yang akan diamati.
Jumblah spesies lamun yang ditemukan di dalam seluruh plot berjumblah 6 jenis lamun yaitu :Halophila ( HP ), ceriops ( CR ), haloudule ( HU ), Thalassia ( TH ) , H. ovalis dan (CS)
Plot ( K ) 1- 10
K ( 1 ) = - plot 10cm x 10 cm
K ( 2 ) = cr → 18
K ( 3 ) = cr→ 27 jarak antar tiap plot 3,3 meter
K ( 4 ) = cr →27
K ( 5 ) =cr →34
Hp →19
K ( 6 ) = cr →30
Hp →45
K ( 7 ) = cr →8 penarikan garis transek sepanjang 33 meter
Hu →6
Th →19
K ( 8 ) =hu →9
Cr →3
Hp →10
Th →8
K ( 9 ) = cs →3
Th →7
Cr →2
K ( 10 ) = cr→19 dan h.ovalis→2
No ni N ni/N log ni/N ni/N x log ni/N (ni/N)²
1 168 296 0.567567568 -0.24598243 -0.13961 0.322133
2 74 296 0.25 -0.60205999 -0.15051 0.0625
3 15 296 0.050675676 -1.29520045 -0.06564 0.002568
4 34 296 0.114864865 -0.93981279 -0.10795 0.013194
5 2 296 0.006756757 -2.17026172 -0.01466 4.57E-05
6 3 296 0.010135135 -1.99417046 -0.02021 0.000103
€ -0.49859 0.400543
Indeks (keanekaragaman)Shannon-Wiener (H’):
H'= -€ (ni/N) (log ni/N)
= -(-0.4985884)
= 0.4985884
Kemerataan ( keseragaman )
s = 6 jenis
H'maks = ln 6
= 1,791
J’ = H’/H’ maks
= 0,4985884/1,791
= 0,278
Dari data di atas dapat kita lihat bahwa dominasi spesiesnya adalah 0,400543, keanekaragaman spesiesnya adalah 0,4985884 atau H'<1; keanekaragaman spesies tidak stabil, serta kemerataannya adalah 0, 278.
Gambar jenis-jenis lamun yang didapatkan :
4.4 Pembahasan Molusca
Dari praktek ekologi perairan yang dilaksanaka di pantai rendani kami menemukan berbagai macam molusca yang berasosiasi atau yang terdapat pada ekosistem pantai rendani tersebut.
Di bawah ini adalah gambar-gambar dari jenis-jenis spesies moluska dan gastropoda yang kami ditemukan :
Morula Arcidae Ocypodidae
Pteriidae Siphonaria sp Rock littoraria
Cerithiidae Conidae
4.5 Pembahasan Karang
Data karang yang kami temukan hanya berupa gambar yang kami foto menggunakan kamera, data karang ini belum kami identifikasi karena berbagai alasan.
Foto-foto karang yang kami dapatkan di pantai rendani adalah sebagai berikut :
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. mangrove
Dari hasil pengamatan dan praktikum yang telah kami lakukan di pantai rendani, kami mendapatkan beberapa jenis mangrove yang telah di teliti dan telah kami lakukan indentifikasi satu per satu, dan dari jenis-jenis mangrove ini masing-masing mempunyai deskripsi dan keistimewaan tersendiri, mangrove banyak terdapat di daerah-daerah pantai maupun rawa yang bersifat basah dan bergenangan air, disitulah mangrove berkembang dan menjadi salah satu factor penyeimbang di alam.
b. lamun
dari hasil pengamatan, serta perhitungan yang telah kami dapatkan adalah sebagai berikut :
• Kami menemukan 6 jenis lamun, dengan menggunakan metode penarikan garis transek.
• keanekaragaman spesies lamun yang terdapat pada pantai rendani adalah H' < 1 yang berarti bahwa keanekaragaman spesies tidak stabil, serta keseragaman (kemerataan) spesies lamun adalah mendekati 0 yang berarti kemerataan spesies lamun rendah, yang mencerminkan pula bahwa kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.
c. molusca
dari data yang kami dapatkan dilapangan, kelompok kami dap menarik suatu kesimpulan bahwa moluska yang terdapat di pantai rendani sangat banyak, baik yang terdapt di mangrove maupun yang terdapat di pantai.
d. karang
kesimpulan yang kami dapatkan mengenai karang adalh , didaerah pantai rendani memiliki berbagai jenis karang yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup di ekosistem pantai tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2008. Ekosistem terumbu Karang. http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index. php?option=com_content&task=view&id=20&Itemid=48. Diakses Pada Tanggal 4 Desember 2009.
Bengen D.G., 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL IPB. Bogor.
___________, 2002. Pedomen Teknik Pengenalan dan Pengelolaan Ekisistem Mangrove. IPB. Bogor.
___________, 2004. Mengenal dan Memelihara Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Dahuri, R.J., Rais, S.P, Ginting dan M,S. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradya Paramitha. Jakarta.
Darman, 2009. Ekosistem Lamun. http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm. Diakses Pada Tanggal 4 Desember 2009.
Departemen Kehutanan, 2002. Kebijakan Departemen Kehutanan dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove. Ditjen RLPS,
Hutabarat S., dan Evans M.S, 1986. Pengantar Oceanografi. UI-Press. Jakarta.
LPP Mangrove, 2008. Ekosistem Mangrove Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia. Jakarta
Pangerang, U.K., 1998. Bahan Ajar Mata Kuliah konservasi Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Ramli M., Utama K. Pangerang, Dedy Oetama, 2006. Penuntun Praktikum Ekologi Laut Tropis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Rusila Noor Y., M Khazali, I N.N. Suryadiputra, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor.
Wikipedia, 2008. Laut. http://id.wikipedia.org/wiki.laut. Diakses tanggal 29 Desember 2008.
Wikipedia, 2008 . Tropik. http://id.wikipedia.org/wiki.tropik. Diakses tanggal 29
Desember 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar