Minggu, 10 Oktober 2010

INTERAKSI ORGANISME LAUT DALAM DENGAN PERAIRAN ATAS


INTERAKSI ORGANISME LAUT DALAM DENGAN PERAIRAN ATAS

Oleh :
Nama                 : Irman Rumengan
Nim                    : 200830019
P. Studi              : Manajemen Sumberdaya Perairan


Lambang UNIPA-3D.png

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PETERNAKAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2010





KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat serta karunia yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah tentang hubungan atau interaksi organisme laut dalam dengan perairan atas.banyak sekali kendala dalam menyelesaikan tugas makalah ini mulai dari pencarian materi yang susah sampai kepada hal-hal pembagian waktu penyelesaian makalah ini.
Atas semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini saya ucapkan banyak terima kasih, sebab tanpa bantuan dari saudara-saudari saya akan sulit untuk menyelesaikan makalah ini
Tak ada yang sempurna di dunia ini, namun dari tidak kesempurnaan itu kita belajar untuk lebih menyempurnakan apa yang tida sempurna, begitu pula dengan makalah ini perlu mendapatkan saran, masukan, kritik yang sifatnya membangung agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Atas bantuaan dan kerja samanya saya selaku penulis mengucapkan terima kasih.





Penulis.







BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepanjang sejarah, ternyata manusia banyak menggunakan lautan. Lautan merupakan habitat yang paling extensif untuk hidupnya organisme. Hal ini tidak mengherankan, karena permukaan bumi kita sebagian besar ( ± 71 % ) ditutupi oleh lautan. Beberapa negara akhir-akhir ini memandang bahwa lautan menjadi suatu tempat yang memberi harapan bagi expansi manusia secara besar-besaran. Manusia telah menyadari, dengan tekanan explosi penduduk disatu pihak sedang terbatasnya luas daratan dilain pihak, maka memaksa manusia untuk mengetahui dan mempelajari rahasia-rahasia laut beserta lingkungannya.
Untuk mempelajari organisme di laut, tidak bisa diabaikan akan pengetahuan mengenai lingkungannya. Dengan mengetahui kondisi lingkungan perairan, setidak-tidaknya kita dapat mengetahui penyebaran dan sifat hidup dari suatu organisme.
1.2 Maksud Dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah tentang hubungan organisme laut dalam dan perairan atas adalh sebagai berikut :
·         Mengetahui hubungan atau interaksi antara organisme yang ada di dalam laut dalam dengan permukaan perairan ( laut bagian atas)
·         Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi aktivitas organisme laut dalam
·         Mengenal lebih mendalam tentang laut serta organisme yang ada didalamnya
·         Menjalnkan tugas yang diberikan oleh dosen pengajar






BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Laut Dalam
Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada dibawah lapisan thermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, dan sebagian besar organisme bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik. Karena alasan inilah para saintis mengira bahwa kehidupan di tempat ini akan sangat sedikit, namun dengan adanya peralatan yang dapat menyelam ke kedalaman, ditemukan bahwa ditemukan cukup banyak kehidupan di arena ini.
Di tahun 1960, Bathyscaphe Trieste menuju ke dasar dari Palung Mariana dekat Guam, pada kedalaman 35.798 kaki (10.911 m), titik terdalam di bumi. Jika Gunung Everest ditenggelamkan, maka puncaknya akan berada lebih dari satu mil dari permukaan. Pada kedalaman ini, ikan kecil mirip flounder terlihat.
Kapal selam penelitian Jepang, Kaiko, adalah satu-satunya yang dapat menjangkau kedalaman ini, dan lalu hilang di tahun 2003.
Hingga tahun 1970, hanya sedikit yang diketahui tentang kemungkinan adanya kehidupan pada laut dalam. Namun penemuan koloni udang dan organisme lainnya di sekitar hydrothermal vents mengubah pandangan itu. Organisme-organisme tersebut hidup dalam keadaan anaerobik dan tanpa cahaya pada keadaan kadar garam yang tinggi dan temperatur 149 oC. Mereka menggantungkan hidup mereka pada hidrogen sulfida, yang sangat beracun pada kehidupan di daratan. Penemuan revolusioner tentang kehidupan tanpa cahaya dan oksigen ini meningkatkan kemungkinan akan adanya kehidupan di tempat lain di alam semesta ini.



Ekosistem air laut luasnya lebih dari 2/3 permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian orang banyak, khususnya yang berkaitan dengan REVOLUSI BIRU.
Ciri-ciri:
a.
Memiliki kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl(55%), namun kadar garam di laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di daerah tropika) dan ada yang rendah (di laut beriklim dingin).
b.
Ekosistem air laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Sebagian besar permukaan bumi terdiri dari lautan. Secara presentase, 71% dari permukaan bumi merupakan wilayah laut dan samudera (lautan). Ada 4 Samudera di permuakaan bumi yaitu samudera pasifik, samudera atlantik, samudera hindia dan samudera arktik.
2.2 Pembagian Daerah Laut
  1. Daerah Litoral / Daerah Pasang Surut:
    Daerah litoral adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat. Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota yang hidup di daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, binatang laut, udang, kepiting, cacing laut.
  2. Daerah Neritik:
    Daerah neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah ini masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat mencapai 200 m. Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, neston dan bentos.
  3. Daerah Batial atau Daerah Remang-remang:
    Kedalamannya antara 200 - 2000 m, sudah tidak ada produsen. Hewannya berupa nekton.
  4. Daerah Abisal:
    Daerah abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m. Daerah ini gelap sepanjang masa, tidak terdapat produsen.

·         Berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:
a.
Daerah fotik: daerah laut yang masIh dapat ditembus cahaya matahari, kedalaman maksimum 200 m.
b.
Daerah twilight: daerah remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis, kedalaman antara 200 - 2000 m.
c.
Daerah afotik: daerah yang tidak tembus cahaya matahari. Jadi gelap sepanjang masa.

·         Permukaan dasar laut yang tidak rata, berakibat kedalaman laut berbeda-beda. Kedalaman laut dapat diukur dengan dua cara yaitu, cara batu duga dan gema duga.
  1. Batu Duga
Cara batu duga merupakan cara paling sederhana untuk mengukur kedalaman laut. Dengan cara :
-          Bola besi yang berat digantung pada pipa, dan pipaseperti sumbu bola besi. Keseluruhan di sebut batu duga.
-          Batu duga diikat dengan kawat kemudian diturunkan kedasar laut, setelah pipa tertancap kedasar laut, maka bola besi dilepas. Kemudian pipa yang sudah terisi materi dasar laut diangkat kembali ke atas.
  1. Gema Duga
Cara ini menggunakan suara dan hydrofon sebagai alat ukur. Dari buritan kapal dipancarkan suatu gelombang suara, setelah sampai di dasar laut, suara tersebut akan dipantulkan kembali dan ditangkap oleh alat hydrofon di atas kapal. Hydrofon akan mencatat jangka waktu jejak suara dipancarkan hingga pantulannya diterima. Dengan menggunakan patokan bahwa kecepatan suara di dalam air adalah 1500m/s.




2.3 Kehidupan Di Laut

Area di bawah zona epipelagic dibagi menjadi beberapa zona, dimulai dari mesopelagic yang berada 200 hingga 1000 m di bawah permukaan laut, di mana cahaya masih dapat masuk untuk membentuk kehidupan. Di bawah lapisan ini, terdapat aphotic bathypelagic, abyssopelagic, dan hadopelagic. Makanan yang ada terdiri dari kejatuhannya materi organik dari lapisan atas lautan, yang dikenal dengan nama salju lautan.
Daripada memanfaatkan udara untuk gaya apung, banyak spesies memiliki lapisan daging seperti ubur-ubur yang terdiri dari glukosaminoglikan yang memiliki densitas yang sangat rendah. Dan juga telah diketahui bahwa cumi-cumi laut dalam mengkombinasikan jaringan gelatin dengan ruang pengapungan dalam tubuh mereka untuk diisi oleh sampah sisa metabolisme seperti amonium klorida, yang berdensitas lebih rendah dari pada air.
Ikan di kedalaman laut menengah memiliki adaptasi spesial untuk kondisi tersebut. Mereka berukuran kecil, metabolisme yang rendah, dan lebih memilih untuk menunggu makanan datang daripada menghabiskan tenaga untuk mencarinya. Mereka memiliki tubuh yang lemah, struktur otot dan tulang yang berair. Karena rendahnya keberadaan cahaya, mencari rekan untuk berkembang biak adalah hal yang cukup sulit sehingga banyak organisme yang hermafrodit.
Karena cahaya sangat langka, ikan-ikan pada umumnya memiliki mata tubuler yang lebih besar dari ukuran normal dan hanya diisi oleh sel tabung. Sesungguhnya, organisme laut dalam sangat bergantung pada jatuhnya material organik hidup dan tak hidup. Hanya 1 hingga 3% material organik yang diproduksi di lautan bagian atas yang jatuh ke dasar laut dalam bentuk salju lautan. Keruntuhan makanan terbesar, misalnya bangkai hewan (penyu, paus, dan lain-lain) dan penelitian menunjukkan bahwa hal ini terjadi cukup sering. Sangat banyak sekali pemakan bangkai di laut dalam, meski banyak juga yang hanya menyeleksi partikel organik yang berjatuhan.



Di laut dalam juga terdapat makhluk hidup yang tidak bergantung pada material organik terlarut sebagai makanan mereka. Jenis makhluk hidup tersebut hanya ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Sebagai contoh adalah hubungan simbiotik antara cacing tabung Riftia dengan bakteri kemosintetik. Kemosintesis yang mendukung kehidupan komunitas kompleks tersebut dapat ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Komunitas ini adalah satu-satunya komunitas di planet ini yang tidak bergantung pada keberadaan cahaya matahari.
·         Gerakan Air Laut
Ada tiga hal yang akan kita bahas sehubungan dengan gerakan air laut ini yaitu arus laut, gelombang laut dan pasang surut air laut.
a. Arus Laut, Arus laut atau sea current adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertikal maupun secara horizontal Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus bawah. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut. Sedangkan arus bawah adalah arus yang ber gerak di bawah permukaan laut. Menurutsuhu nya kita meng enal adanya arus panas dan arus dingin. Arus panas adalah arus yang bila suhu nya lebih panas dari daerah yang dilalui. Sedang kan arus dingin adalah arus yang suhunya lebih dingin dari daerah yang dilaluinya.
b. Gelombang Laut, Gelombang laut atau ombak merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah kita amati. Helmholts menerangkan prinsip dasar terjadinya gelombang laut sebagai berikut: Jika ada dua massa benda yang berbeda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang geraknya akan terbentuk gelombang. Gelombang terjadi karena beberapa sebab, antara lain:
ü  Karena angin. Gelombang terjadi karena adanya gesekan angin di permukaan, oleh karena itu arah gelombang sesuai dengan arah angin.
ü  Karena menabrak pantai. Gelombang yang sampai ke pantai akan terjadi hempasan dan pecah. Air yang pecah itu akan terjadi arus balik dan membentuk gelombang, oleh karena itu arahnya akan berlawanan dengan arah datangnya gelombang.


ü  Karena gempa bumi. Gelombang laut terjadi karena adanya gempa di dasar laut. Gempa terjadi karena adanya gunung laut yang meletus atau adanya getaran/ pergeseran kulit bumi di dasar laut. Gelombang yang ditimbulkan biasanya besar dan sering disebut dengan gelombang “tsunami”. Contohnya ketika gunung Krakatau meletus pada tahun 1883, menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang banyak menimbulkan banyak kerugian.
c. Pasang Surut (Ocean Tide)
Pasang naik dan pasang surut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Hal ini didasarkan pada hukum Newton yang berbunyi:      Dua benda akan terjadi saling tarik menarik dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan pangkat dua jaraknya. Berdasarkan hukum tersebut berarti makin besar/jauh jaraknya makin kecil daya tariknya. Karena jarak dari bumi ke matahari lebih jauh dari pada ke jarak bulan, maka pasang surut permukaan air laut lebih banyak dipengaruhi oleh bulan.











2.4 Komunitas di Dalam Laut
Menurut fungsinya, komponen biotik ekosistem laut dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a.
Produsen
terdiri atas fitoplankton dan ganggang laut lainnya.
b.
Konsumen
terdiri atas berbagai jenis hewan. Hampir semua filum hewan ditemukan di dalam ekosistem laut.
c.
Zooplaokton
terdiri atas bakteri dan hewan-hewan pemakan bangkai atau sampah.
Pada ekosistem laut dalam, yaitu pada daerah batial dan abisal merupakan daerah gelap sepanjang masa. Di daerah tersebut tidak berlangsung kegiatan fotosintesis, berarti tidak ada produsen, sehingga yang ditemukan hanya konsumen dan dekompos saja. Ekosistem laut dalam merupakan suatu ekosistem yang tidak lengkap.
2.5 Adaptasi biota laut terhadap lingkungan yang berkadar garam tinggi:
Pada hewan dan tumbuhan tingkat rendah tekanan osmosisnya kurang lebih sama dengan tekanan osmosis air laut sehingga tidak terlalu mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Tetapi bagaimanakah dengan hewan tingat tinggi, seperti ikan yang mempunyai tekanan osmosis jauh lebih rendah daripada tekanan osmosis air laut. Cara ikan beradaptasi dengan kondisi seperti itu adalah:
- hanyak minum
- air masuk ke jaringan secara osmosis melalui usus
- sedikit mengeluarkan urine
- pengeluaran air terjadi secara osmosis
- garam-garam dikeluarkan secara aktif melalui insang
 


2.6 KARAKTERISTIK AIR LAUT 
·         Suhu
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu.  Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam.  Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 oC/m (Wyrtki, 1961), sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m (Ross, 1970).
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan.  Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan.  Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1 oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12 oC pada kedalaman 10 – 75 m.  Disamping itu Lukas and Lindstrom (1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur.  Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta kandungan bahangnya.  Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan permukaan.   Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling.  Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.  Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin.  Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.
·         Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.  Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi.  Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.
 Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.  Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal.  Pengadukan di dalam lapisan permukaan memungkinkan salinitas menjadi homogen.  Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya salinitas permukaan perairan.
Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara horisontal. Secara horisontal berhubungan dengan arus yang membawa massa air, sedangkan sebaran secara vertikal umumnya disebabkan oleh tiupan angin yang mengakibatkan terjadinya gerakan air secara vertikal.  Menurut Wyrtki (1961), sistem angin muson menyebabkan terjadinya musim hujan dan panas yang akhirnya berdampak terhadap variasi tahunan salinitas perairan.   Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan massa air bersalinitas rendah.  Interaksi antara sistem angin muson dengan faktor-faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat bervariasi.  Pengaruh sistem angin muson terhadap sebaran salinitas pada beberapa bagian dari perairan Indonesia telah dikemukakan oleh Wyrtki (1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan dalam (upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian timur dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan.  Selain itu juga di pengaruhi oleh arus yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat Torres.  Di Laut Flores, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur, tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores mengakibatkan meningkatnya salinitas Laut Flores.  Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai besar di P. Sumatra, P. Kalimantan, dan P. Jawa.

·         Densitas air laut (t)
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus.  Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu.  Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas.  Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan pengangkatan massa air.  Penyebab utama dari proses tersebut adalah tiupan angin yang kuat. Lukas and Lindstrom (1991), mengatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas, tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.





2.7 Faktor Utama Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Di Laut 
·         Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa.  Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin.  Hal ini juga dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin.
Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen tambahan seperti protein-fucoxanthin dan peridinin, yang secara lengkap menggunakan semua cahaya dalam spektrum tampak.  Pada panjang gelombang 400 – 700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkap/tambahan (Levinton, 1982).
Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula.  Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita (1970) dalam Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.


·         Nutrien
Nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen nutrien utama yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element dibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium (Levinton, 1982). Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen nutrien untuk pertumbuhan.  Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca dibutuhkan dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-elemen lain dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan biasanya disebut mikronutrien atau trace element.
Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien.  Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya.  Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989), nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500 – 1500 m. 
·         Suhu
            Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung.  Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa.  Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997 b).
Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.

2.8 Adaptasi organisme dilingkungan laut dalam
Salah satu pembatas kehidupan organisme laut adalah kedalaman.kedalaman berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan yang lain seperti makanan, cahaya, tekanan, suhu dan lain-lain. Semuanyya berpengaruh terhadap kondisi ekologi laut dalam terutama terhadap kehidupan organisme.
Ekologi laut dalam dapat diartikan sebagai pembahasan tentang hubungan makluk hidup (faktor biotik) dengan lingkungan disekitarnya (faktor abiotik ) yang dibatasi oleh lingkungan laut dalam. Sedangkan yang dimaksud laut dalam disini dibatasi pula untuk perairan di luar daerah Continental shelf atau neritic region. Dengan perkataan lain yang termasuk laut dalam adalah mulai dari daerah neritik sampai ke laut bebas (oceanic region)
Organisme laut dalam umumnya berwarna monokrom atau bahkan albino, karena pigmen mereka tidak tersentuh sinar matahari. Sinar matahari tidak mampu menembus lapisan laut sampai kedalaman 650 m. Dengan absennya sinar matahari, maka daur ekologi tidak lagi berlaku dengan absennya produsen. Hewan laut dalam hanya mengandalkan "remah-remah" dari lapisan di atasnya yang jatuh ke dasar.
Karena minimnya cahaya dan stok makanan, maka organisme laut dalam mengembangkan evolusi mereka sebagai predator pasif. Mereka hanya menunggu dengan diam dan lama untuk menangkap mangsa. Jumlah populasi juga tidak banyak karena akan makin memperketat kompetisi memperoleh makanan. Kondisi itu juga menyebabkan mereka mengembangkan kemampuan hermafrodit untuk berkembang biak. Hermafrodit yaitu organisme yang memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina.
Bentuk adaptasi fisiologis lain adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat.


Secara morfologis, senjata pembunuh seperti rahang, tengkorak dan dimensi mulut mengalami perubahan pada organisme laut dalam. Ciri umum mereka adalah mulut yang melebar, rahang yang kuat dan gigi-gigi tajam. Mereka harus seoptimal mungkin mencari mangsa yang jarang di laut dalam. Praktek kanibalisme juga sering terjadi di beberapa spesies.
Bentuk spesies non ikan seperti moluska dan sebangsanya akan adaptif untuk memakan mikroorganisme yang ada. Mereka sulit bersaing dengan ikan yang ganas. Untuk senjata mempertahankan diri, mereka biasanya mampu berkamuflase dengan kondisi sekitar.Satu persamaan dari mereka adalah, evolusi morfologis mengubah bentuk mereka menjadi kecil. Jarang ada organisme yang berdimensi panjang lebih dari 25 cm.
Beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap.

·         Beberapa faktor pembatas kehidupan dilaut dalam adalah :
Konsentrasi makanan yang larut dalam air laut relatif rendah dan keadaan seperti ini merupakan faktor pembatas terhadap populasi organisme dilaut. Pada laut dalam, kandungan phosphat dan nitrat merupakan faktor pembatas. Karena kedua unsur hara tersebut diperlukan bagi proses photosynthesa. Reaksi dalam proses photosynthesa oleh fitoplankton dapat dianggap sebagai pabrik ppembuat makanan yang sering kali disebut business of green plant. Umumnya distribusi vertikal makanan berkurang dengan bertambahnya kedalaman laut.SUTOMO (1978) mengatakan bahwa transfer energi dari tingkatan tropik yang satu ke yang lain dari permukaan kedasar, dalam tingkatan tertentu ditunjukan oleh sifat sebaran vertikal, kuantitas dan komposisi plankton pada berbagai kedalama.



Radiasi matahari merupakan sumber cahaya yang utama dilaut, disamping berasal dari organisme yang tergolong dalam bioluminiscence ( yang dapat memproduksi cahaya dari salah satu organ tubuhnya) intensitas cahaya yang berasal dari radiasi matahari semakin berkurang dengan makin bertambahnya kedalaman, karena absorbsi oleh partikel-partikel air laut dan suspensi material yang larut dalam air (yang berperan dalam memantulkan cahaya yang masuk) .HUNTER dan RUSSEL (1970) mengatakan bahwa cahaya yang masuk dalam air pada kedalaman 3,5 m mencapai 50 % dari raidasi total yang tiba dipermukaan , 10 % pada kedalaman 8 m dan 1 % pada kedalaman 100 m. Sedangkan pada kedalaman lebih dari 200 m cahaya sangat minim bahkan tidak ada sama sekali.
Mengenai tekanan dilaut.SVERDRUP et al. (1964) mengemukakan bahwa setiap bertambahnya kedalaman 10 m, tekanan naik 1 atm. Pada daerah zona Abyssopelagic, menurut LAGLER et al.(1962) tekanan bisa mencapai 200-1000 atm. Namun bagi organisme dilaut hal ini bukan menjadi faktor pembatas baginya, karena organisme tertentu dapat bermigrasi ataupun melakukan adaptasi tekanan disekitarnya.












BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah tentang hubungan atau interaksi organisme laut dalam dengan perairan atas adalah sebagai berikut :
·         Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada dibawah lapisan thermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, dan sebagian besar organisme bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik. Karena alasan inilah para saintis mengira bahwa kehidupan di tempat ini akan sangat sedikit, namun dengan adanya peralatan yang dapat menyelam ke kedalaman, ditemukan bahwa ditemukan cukup banyak kehidupan di arena ini.
·         Pembagian daerah laut
  1. Daerah Litoral / Daerah Pasang Surut:
    Daerah litoral adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat. Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya.
  2. Daerah Neritik:
    Daerah neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah ini masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat mencapai 200 m.
  3. Daerah Batial atau Daerah Remang-remang:
    Kedalamannya antara 200 - 2000 m
  4. Daerah Abisal:
    Daerah abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m.
·         Pada ekosistem laut dalam, yaitu pada daerah batial dan abisal merupakan daerah gelap sepanjang masa. Di daerah tersebut tidak berlangsung kegiatan fotosintesis, berarti tidak ada produsen, sehingga yang ditemukan hanya konsumen dan dekompos saja. Ekosistem laut dalam merupakan suatu ekosistem yang tidak lengkap.

·         Beberapa organisme yang mengalami siklus reproduksi, akan mempunyai perilaku yang unik untuk menarik pasangannya di tengah kegelapan. Mereka akan memendarkan cahaya yang tampak kontras dengan kondisi sekitar yang serba gelap.
·         Bentuk adaptasi fisiologis lain adalah organisme laut dalam mempunyai kapasitas untuk mengolah energi yang jauh lebih efektif dari makhluk hidup di darat dan zona laut atas. Mereka bisa mendaur energinya sendiri dan menentukan seberapa banyak energi yang akan terpakai dengan stok makanan yang didapat
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk menyempurnakan makalah ini adalah:
·         Sebelum mencari data, dalamilah materi biologi laut dengan lebih mendalam lagi
·         Perlunya pengetahuan dan keingintahuan yang lebih tentang hubbungan organisme laut

















DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. available at http://ilmukelautan.com
Nybakken, James W.1992.Biologi Laut. Jakarta: Gramedia
Sudirman dan Achmar Mallawa.2002.Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta : Rineka Cipta
Hutabarat S., dan Evans M.S, 1986. Pengantar Oceanografi. UI-Press. Jakarta.
Dahuri, R.J., Rais, S.P, Ginting dan M,S. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradya Paramitha. Jakarta.
Nontji A., 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
________, 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta : 105 – 114.
Odum P.E., 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Pangerang, U.K., 1998. Bahan Ajar Mata Kuliah konservasi Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Ramli M., Utama K. Pangerang, Dedy Oetama, 2006. Penuntun Praktikum Ekologi Laut Tropis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Wikipedia, 2008. Laut. http://id.wikipedia.org/wiki.laut. Diakses tanggal 29 Desember 2008.
Desember 2008.






DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................
i
ii
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang........................................................................................
1.2 Maksud Dan Tujuan...............................................................................

1
1
Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Laut Dalam......................................................................................
2.2 Pembagian Daerah Laut....................................................................................
2.3 Kehidupan Di Laut............................................................................................
2.4 Komunitas Di Dalam Laut................................................................................
2.5 Adaptasi Biota Laut Terhadap Lingkungan Yang Berkadar Garam Tinggi.....
2.6 Karakteristik Air Laut ......................................................................................
2.7 Faktor Utama Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Di Laut .................
2.8 Adaptasi Organisme Dilingkungan Laut Dalam...............................................


Bab III Penutup
3.1 kesimpulan..............................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................


DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar